Rabu, 19 Oktober 2011

Renungan Anak : Keledai Yang Rendah Hati

Amsal 29:23 Keangkuhan merendahkan orang, tetapi orang yang rendah hati, menerima pujian.

Kancil, kuda dan keledai adalah sahabat dekat. Mereka selalu bermain bersama-sama. Meskipun kuda dan kancil sering mengata-ngatai keledai si bodoh, namun keledai tidak pernah marah atau tersinggung. Keledai tetap menunjukan sikap bersahabat.

Keledai memang binatang yang lamban dan bodoh. Setiap kali mereka sedang bermain, keledai selalu jadi yang terbelakang. Sementara kuda dan kancil merupakan binatang yang cepat, pintar dan tangkas, dan mereka merasa bangga dengan kelebihan yang mereka miliki itu.

"Untung aku tidak seperti si keledai dungu!" Kata kuda dengan bangga saat mereka sedang berlomba menangkap kupu-kupu.

"Ya. Beruntung juga aku adalah seekor kancil yang dapat berlari sangat cepat dan terkenal cerdik!" Timpal si kancil tak mau kalah.

Mendengar celotehan kedua temannya, keledai hanya menunduk sedih. Sudah seharian dia berlari-lari mengelilingi taman, namun tak satu pun kupu-kupu berhasil dia tangkap. Sementara kuda sudah berhasil memperoleh lima kupu-kupu, dan kancil enam kupu-kupu.

"Huh," Terdengar kuda mendengus, "Seberapa pun cepatnya kau berlari, tetap saja masih lebih cepat aku!"

"Enak saja!" sahut kancil marah, "buktinya aku bisa mendapatkan kupu-kupu lebih banyak dari pada kamu!"

"Itu karena... Brak!... Aduh!" Kuda yang sedang memandang kancil sambil berlari mengejar kupu-kupu tak sengaja menabrak pohon sampai terjatuh dan kepalanya pusing tujuh keliling.

"hua ha ha ha ha..." Kancil tertawa terbahak-bahak sambil melompat-lompat kegirangan. "Tahu rasa kamu, kuda!" serunya mencemooh.

Keledai yang sedang beristirahat karena sudah lelah mengejar kupu-kupu yang belum juga berhasil dia tangkap, memandang kuda dengan perasaan kasihan, lalu dia menghampiri kuda dan mengusap-usap hidung kuda yang bengkak akibat terbentur batang pohon tadi.

Kuda yang melihat kebaikan keledai menjadi malu dan menyesal karena sudah mengolok-oloknya, sementara itu kancil masih menertawai kuda habis-habisan.

"Maafkan aku, keledai, karena aku sudah jahat padamu." kata kuda penuh penyesalan. "Ternyata kamu adalah teman sejati. Aku bersyukur sekali memiliki teman baik dan rendah hati sepertimu."

Kancil yang mendengar perkataan kuda langsung terdiam. Dia sadar bahwa dirinya bukan teman yang baik, bukan teman sejati karena sudah bersikap sombong dan bergembira di atas penderitaan sahabatnya sendiri.

"Maafkan aku juga ya, keledai." kata kancil kemudian kepada keledai.

Keledai pun mengangguk sambil tersenyum bahagia.

Mulai hari itu, kancil dan kuda tak pernah lagi mengata-ngatai keledai, melainkan mereka mencontoh sikap keledai yang selalu sabar dan rendah hati. Dengan demikian, mereka menjadi lebih bahagia dan rukun satu sama lain.


Adik-adik yang dikasihi Tuhan Yesus,
belajarlah bersikap seperti keledai yang rendah hati, tidak sombong, tidak suka membalas perbuatan jahat dengan perbuatan jahat lagi, melainkan dengan perbuatan penuh kasih, maka kita akan menyenangkan hati Tuhan, karena Tuhan memberi pujian kepada setiap anak-anak-Nya yang rendah hati.


Mari kita berdoa:

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Tuhan Yesus, berilah kepadaku roh yang rendah hati dan penuh kasih, agar aku dapat menjadi saksiMu dan selalu menyenangkan hatiMu yang kudus dan penuh dengan belas kasih. Di dalam namaMu aku berdoa. Amin.

Bapa kami...
Salam Maria...
Kemuliaan...

Renungan Anak : Anak Pemalas Kena Batunya

Amsal 21:25 Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja.

Sejak kecil, Ficka sudah diangkat anak oleh orang tua Icha. Oleh karena itu, Ficka dan Icha selalu terlihat bersama-sama, baik saat di sekolah, maupun di rumah. Ayah Icha memang mendaftarkan Ficka di sekolah yang sama dengan anaknya, agar mereka bisa selalu bersama-sama.

Ficka sadar kalau dia hanyalah seorang anak angkat, makanya dia selalu bersedia membantu apa saja yang dia bisa lakukan. Seperti membantu ibu angkatnya membereskan rumah, memasak, sampai membantu Icha mengerjakan PR.

Sebaliknya, Icha selalu menyuruh Ficka mengerjakan apa saja yang dia minta, seperti mengambilkan minum, membereskan mainan yang baru saja selesai dimainkan oleh mereka berdua, menyetrikakan baju seragamnya, sampai mengerjakan semua tugas-tugas sekolahnya.

Di kelas, Icha sengaja duduk satu meja dengan Ficka, sehingga saat ujian, dia bisa menyontek jawaban Ficka, karena Ficka sudah belajar di rumah, sementara dia sendiri hanya bermalas-malasan.

"Buat apa aku belajar, toh, nanti aku tinggal menyontek saja hasil jawaban Ficka!" Kata Icha ketika ditanya ibunya mengapa dia tidak belajar seperti Ficka.

Icha memang sudah merasa keenakan dengan adanya Ficka di sampingnya. Dia berpikir kalau Ficka takut padanya, karena Ficka hanyalah seorang anak angkat yang menumpang di rumahnya.

Suatu hari, saat ujian kelulusan dilaksanakan, Seperti biasa Icha tidak mau belajar sama sekali, karena dia sudah yakin kalau dia bisa melihat jawaban Ficka yang duduk tepat di sebelahnya.

Tapi, ketika ujian sudah hendak dimulai, tiba-tiba saja guru pengawas menyuruh beberapa murid untuk bertukar tempat duduk, dan salah satunya adalah Ficka.

"Ficka, kamu bertukar tempat duduk dengan Bernad!" seru guru pengawas itu kepada Ficka yang langsung meninggalkan tempat duduknya dan menuju ke tempat duduk Bernad, sementara Bernad berpindah duduk di sebelah Icha.

Melihat kenyataan ini, wajah Icha langsung saja menjadi pucat. Tidak pernah disangka sebelumnya kalau dia akan duduk berjauhan dengan Ficka, apalagi sekarang yang duduk di sebelahnya adalah Bernad yang juga merupakan anak malas belajar, dan sering mendapatkan nilai buruk.

"Mati deh aku sekarang!" keluh Icha dalam hati.

Ujian pun dimulai.

Icha sama sekali tidak dapat menjawab satu soal pun. Ketika dia hendak melirik jawaban Bernad, tiba-tiba saja kepalanya bertuburkan dengan kepala Bernad yang ternyata juga sedang mencoba melirik jawaban Icha. Sesaat mereka berdua saling berpandangan sambil mengusap-usap dahi mereka yang terasa sakit, akibat tadi saling berbenturan.

Icha benar-benar merasa menyesal sudah malas belajar. Tak dapat ditahan lagi dua air mata jatuh membasahi kertas ujian yang terletak di atas meja. Sekarang sudah terlambat. Semuanya hanya gara-gara dia menjadi anak pemalas.

Saat hasil kelulusan diumumkan, Ficka bersorak senang karena dia merupakan anak terbaik di kelasnya. Tapi kegembiraannya itu tidak bertahan lama ketika dia mendengar bahwa Icha tidak lulus ujian.

Nah, adik-adik yang manis, jadilah anak yang rajin seperti Ficka, karena anak pemalas suatu hari nanti pasti akan kena batunya. Gunakanlah kedua tanganmu untuk bekerja, membantu sesama, dan belajar. Keinginan besar akan menjadi sia-sia jika tidak disertai tangan yang rajin.

Tuhan sayang kepada anak yang rajin, dan Dia pasti akan memberkati anak-anak yang tidak suka bermalas-malasan.

Mari kita berdoa :

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Tuhan Yesus, ampuni saya jika selama ini saya merupakan anak yang pemalas. Malas belajar, malas membantu orang tua, dan juga suka malas berdoa. Saya mohon, berilah saya roh yang rajin, tangan yang rajin, dan kehendak untuk menjadi anak yang rajin, agar saya bisa menjadi berkat bagi orang lain. Di dalam nama Tuhan Yesus, Amin.

Minggu, 09 Oktober 2011

Renungan Anak: Si Kera Nakal




Matius  6:11 Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya

Disuatu pagi yang cerah, ada seekor kera nakal yang sedang berjalan-jalan di kebun buah-buahan yang sangat luas milik pak tua, sambil sesekali ia melompat ke dahan-dahan pohon dan memetik buahnya untuk dimakan. Sudah banyak jenis buah yang berhasil ia makan, tapi ketika dia sedang asyik menikmati sebuah apel yang rasanya sangat manis, tak sengaja matanya melirik sebuah pohon yang berbuah lebat dan berwarna merah.
Air liurnyapun menetes membayangkan betapa enaknya rasa buah-buah merah itu yang belum pernah dia cicipi seumur hidupnya.
Akhirnya kera nakal itupun membuang setengah apel yang belum dihabisinya, dan langsung melompat ke pohon berbuah merah itu. Dengan tak sabar, ia memetik beberapa buah sekaligus dan langsung memakannya dengan sangat lahap.
Awalnya dia tak merasakan rasa asli dari buah merah itu, karena dipikirannya saat itu, buah itu pasti mempunyai rasa yang sangat manis dan menyebarkan bau yang sangat harum.
Tapi setelah beberapa saat, ia mulai merasakan sesuatu yang panas di dalam perutnya, dan lidahnya terasa sangat pedas. tak dapat dibendung lagi, air matanyapun mengalir deras.

"Oh, tidak!" jeritnya panik.
"Mengapa aku jadi merasa begini?"

Karena sudah tak tertahankan lagi, kera itu pun berlari-larian mengelilingi pohon itu, yang ternyata merupakan pohon cabai, dan sambil berteriak-teriak, ia terus melompat-lompat seperti kera gila. Mulutnya menganga lebar, wajahnya menjadi semerah cabai yang baru saja dia makan.

"Tolong..., tolong....!!, sh sh sh sh shhah ahhah... perutku panas sekali..., seperti terbakar...!!" Ia terus berlompatan ke sana-kemari.
"Air..., air..., sh sh sh shhah shhah..., aku butuh air...!!" " Kini dia berguling-guling di atas tanah, sambil terus berteriak-teriak.
Akhirnya tak lama kemudian, si kera nakal itupun jatuh pingsan.

Tak berapa lama kemudian, dari balik pepohonan, seorang bapak tua pemilik kebun tersebut datang menghampiri si kera yang masih pingsan itu.

"Aha, ini dia kera nakal yang suka mencuri buah-buahan milikku!" Kata si bapak tua sambil memondong tubuh si kera, lalu dibawanya ke belakang rumahnya.
Di situ sudah tersedia sebuah sangkar cukup besar untuk meletakkan si kera yang belum juga siuman dari pingsannya.

Setelah kera itu sadar, dilihatnya bahwa kini dia sedang berada di dalam kurungan milik pak tua. Betapa sedih hatinya, dan dia pun menyesali perbuatannya yang terlalu serakah dan tidak pernah merasa cukup.


Nah, adik-adik yang manis, kita sudah membaca kisah kera yang tidak pernah merasa cukup, semua ingin dilahapnya tanpa peduli dengan keadaan sekelilingnya. Dan akhirnya, kera itupun mendapatkan batunya. Kini dia harus tinggal di dalam kurungan setiap hari, dan harus menerima makanan apa saja yang diberikan oleh pak tua. Dia tak lagi bisa memilih jenis makanan yang dia sukai.

Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita dalam doa 'Bapa Kami' :
"Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.",
bukannya,
"berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang sebanyak-banyaknya.".
Itu berarti Tuhan menginginkan agar kita tidak menjadi serakah, tetapi selalu bersyukur dengan apa yang ada pada kita. Dan ingat ya adik-adik, jangan sekali-kali kita membuang-buang makanan yang sudah Tuhan berikan pada kita hari ini. , karena kalau kita membuang makanan, berarti kita tidak menghargai dan mensyukuri apa yang Tuhan beri.

Mari kita berdoa :

Dalam nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, Amin.

Tuhan Yesus, ajarilah aku untuk tidak menjadi serakah, tapi selalu bersyukur dan menghargai semua yang sudah Tuhan sediakan bagi diriku dan keluargaku, karena Tuhan tahu segala kebutuhanku dan yang terbaik bagi hidupku.
Demi Kristus, Tuhan dan Juru Selamatku. Amin.


Yuk, kita sama-sama daraskan doa Bapa kami...
Salam Maria...
Kemuliaan...


Salam dalam kasih Tuhan,

Rachel