Sabtu, 05 Mei 2018

Pencobaan-Pencobaan Yang Dikirim Tuhan Kepada Jiwa Yang dikasihiNya; Godaan & Kegelapan; Setan

PENCOBAAN-PENCOBAAN YANG DIKIRIM TUHAN KEPADA JIWA YANG DIKASIHINYA SECARA ISTIMEWA; GODAAN-GODAAN DAN KEGELAPAN; SETAN


Kasih jiwa (kepada Tuhan) masih belum sebanyak yang dikehendaki Tuhan. Jiwa sekonyong-konyong kehilangan persepsi yang jelas akan kehadiran Tuhan. Berbagai cacat cela dan kekurangan muncul dalam jiwa dan ia harus melawannya sekuat tenaga. Segala kelemahan menampilkan diri, tetapi kewaspadaan jiwa meningkat. Kesadaran awal akan kehadiran Tuhan undur diri dan memberikan tempatnya pada kebekuan dan kekeringan rohani; jiwa tak menikmati doa; jiwa tak mampu berdoa, baik dengan caranya yang lama maupun dengan cara doa yang baru saja dimulainya. Jiwa bergulat begitu rupa, namun tak mendapati kelegaan. Tuhan menyembunyikan Diri darinya; jiwa tak mendapati penghiburan dalam makhluk ciptaan, pula tak seorang pun dari makhluk ciptaan yang dapat menghiburnya. Jiwa sangat rindu akan Tuhan, namun ia hanya melihat kemalangannya semata; jiwa mulai menyadari keadilan Tuhan; jiwa merasa bahwa ia telah kehilangan segala rahmat yang diberikan Tuhan kepadanya; akal budinya suram dan kegelapan meliputinya; siksaan yang tak terkatakan mulai mendera. Jiwa berusaha menjelaskan keadaannya kepada bapa pengakuan, namun ia tidak dimengerti dan diserang bahkan dengan kegalauan yang terlebih lagi. Setan memulai karyanya.
Iman jatuh bangun dalam pergulatan; sungguh sengitlah pertarungan. Jiwa berusaha keras bertaut pada Tuhan dengan tindakan kehendak. Dengan ijin Tuhan, setan bahkan bertindak lebih jauh: pengharapan dan kasih diuji. Pencobaan-pencobaan ini sungguh mengerikan. Tuhan menopang jiwa secara diam-diam, begitulah. Jiwa tak menyadari hal ini, tetapi jika tidak demikian, pastilah mustahil jiwa dapat bertahan; dan Tuhan tahu betul berapa jauh Ia mengijinkan hal-hal itu menimpa jiwa. Jiwa dicobai untuk tidak mempercayai kebenaran-kebenaran yang telah diwahyukan dan untuk tidak tulus terhadap bapa pengakuan. Setan membujuknya, “Lihat, tak seorang pun mengerti engkau; mengapa menceritakan semua ini?” Kata-kata memperdengarkan suaranya yang ngeri ke telinga, dan jiwa merasa kata-katanya menghujat Tuhan. Jiwa melihat apa yang tak hendak dilihatnya. Jiwa mendengar apa yang tak hendak didengarnya. Dan, oh, betapa ngerinya pada masa-masa seperti ini, jiwa tak memiliki seorang bapa pengakuan yang berpengalaman! Jiwa harus memanggul seluruh bebannya seorang diri. Namun demikian, sejauh itu mungkin, haruslah jiwa berdaya-upaya untuk mendapatkan seorang bapa pengakuan yang berwawasan baik, sebab jiwa dapat tersungkur di bawah beban berat dan berada di ujung jurang yang dalam. Segala pencobaan ini sungguh berat dan sulit. Tuhan tak mengirimkan pencobaan yang demikian kepada jiwa yang belum masuk ke dalam persatuan mesra dengan-Nya dan yang belum pernah mencicipi sukacita surgawi. Di samping itu, Tuhan mempunyai rancangan-Nya sendiri, yang bagi kita tak terpahami. Acapkali Tuhan mempersiapkan suatu jiwa dengan cara ini bagi rancangan-rancangan dan karya-karya besar-Nya di masa mendatang. Tuhan ingin menguji jiwa sebagaimana emas murni diuji. Tetapi, hal ini bukanlah akhir dari ujian; masih ada pencobaan di atas segala pencobaan, jiwa sama sekali ditinggalkan oleh Tuhan.
Apabila jiwa menang dalam pencobaan-pencobaan sebelumnya, meski kadang tersandung di sana sini, jiwa bertempur dengan gagah berani, dengan rendah hati berseru kepada Tuhan, “Tuhan, selamatkanlah aku, aku binasa!” dan jiwa masih dapat terus berjuang. Namun demikian, pada tahap ini, jiwa diliputi suatu kegelapan yang mengerikan. Jiwa mendapati dirinya sama sekali ditinggalkan oleh Tuhan. Jiwa merasa dirinya menjadi obyek murka Allah. Jiwa hanya sejengkal saja dari keputusasaan. Jiwa berjuang sekuat tenaga guna mempertahankan diri, berusaha membangkitkan kepercayaannya, tetapi doa bahkan merupakan siksaan yang terlebih lagi baginya, sebab doa tampaknya hanya membangkitkan murka Allah yang terlebih dahsyat. Jiwa mendapati dirinya berada di puncak sebuah gunung yang tinggi, di tepi jurang yang dalam.
Jiwa ditarik kepada Tuhan, namun jiwa merasa ditolak. Segala siksa dan aniaya di dunia tak ada artinya dibandingkan dengan perasaan ini, di mana jiwa ditenggelamkan di dalamnya, yaitu perasaan ditolak oleh Tuhan. Tak seorang pun mampu mendatangkan kelegaan padanya; jiwa mendapati dirinya sebatang kara; tak seorang pun berada di pihaknya. Jiwa mengarahkan mata ke surga, tetapi jiwa yakin bahwa itu bukan untuknya - sebab bagi dia segalanya sudah lenyap. Jiwa jatuh semakin dan semakin dalam, dari kegelapan ke kegelapan, dan jiwa merasa bahwa untuk selamanya ia telah kehilangan Tuhan yang dulu dikasihinya begitu mesra. Pikiran-pikiran ini berkecamuk mendera jiwa hingga tak terlukiskan. Tetapi jiwa melawan pikiran-pikiran ini dan berusaha mengarahkan pandangannya ke surga, namun sia-sia! Hal ini menjadikan siksaannya bahkan semakin dahsyat.
Jika Tuhan berkehendak membiarkan jiwa dalam kegelapan demikian, maka tak ada seorang pun yang akan mampu mendatangkan terang baginya. Jiwa mengalami ditolak oleh Tuhan dengan cara yang nyata serta mengerikan. Dari hatinya terdengarlah erangan-erangan pilu, begitu memedihkan hingga tak seorang imam pun dapat memahaminya, kecuali jika ia sendiri pernah mengalami pencobaan-pencobaan demikian. Di tengah kegelapan, roh jahat menambah sengsara jiwa dengan ejekan-ejekannya, “Adakah engkau akan tetap bertahan dalam kesetiaanmu? Inilah ganjaranmu; engkau ada dalam kuasaku!” Tetapi setan hanya dapat membujuk jiwa sebanyak yang diijinkan Tuhan, dan Tuhan tahu benar seberapa banyak yang mampu kita tanggung. “Apakah yang kau dapatkan dari penyangkalan dirimu,” kata setan, “dan dari ketaatanmu pada peraturan? Apa guna segala daya upaya itu? Engkau telah ditolak oleh Tuhan!” Kata “ditolak”, menjadi suatu anak api yang merasuki segenap syaraf hingga ke sum-sum tulang dan menembusi seluruh keberadaannya. Siksa mencapai puncaknya. Jiwa tak lagi mencari pertolongan dari manapun. Jiwa menciut dan kehilangan pandangan akan segalanya; seolah jiwa telah menerima penderitaan ditinggalkan Tuhan. Masa ini adalah masa yang tak dapat kuungkapkan dengan kata-kata. Inilah siksa jiwa.

Ya Tuhan-ku, bakarlah hatiku dengan kasih kepada-Mu, agar janganlah semangatku pudar di tengah badai, penderitaan dan pencobaan. Engkau tahu betapa lemahnya aku. Kasih mengatasi segalanya.

# St. Faustina Kowalska #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar